Jika manusia terdahulu menolak untuk belajar, kita mungkin sudah "punah" sejak lama. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika kita terus bermain api yang bahkan sulit untuk menyala, atau mencoba bermain dengan hewan berbahaya seperti serigala dan mamut berbulu! Bagaimana jika, meskipun terluka parah atau digigit, kita terus mengatakan, “Ya, itu terjadi, tapi pasti kali ini akan berbeda!” Jika hal tersebut terjadi, apakah umat manusia akan berumur sangat pendek? hmm. Tapi untungnya, kita sudah jauh dari hal itu semua. Sebaliknya, kita selalu belajar dari kesalahan masa lalu. Belajar mengidentifikasi dan melindungi diri dari bahaya. Belajar cara mendapatkan makanan. Belajar bagaimana membangun tempat perlindungan dan tetap aman. Juga kita belajar menemukan hal-hal yang akan membuat hidup menjadi lebih mudah.
Dan seperti yang kita pelajari, peradaban manusia berevolusi. kita menciptakan bahasa dan abjad serta belajar mengekspresikan diri melalui kata-kata tertulis. Kita mendirikan lembaga pembelajaran dan menjadikan pendidikan wajib bagi semua orang. Dan selama bertahun-tahun, kita telah belajar banyak dan lebih banyak lagi, dengan setiap generasi tumbuh lebih cerdas, lebih baik, dan lebih berkembang daripada generasi berikutnya. Kita telah belajar tentang bagaimana dunia bekerja. Kita telah belajar tentang masalah hati. Kita telah belajar bagaimana berperilaku dan bagaimana mempertimbangkan orang lain. Tanpa dedikasi manusia untuk belajar ini, sangat mungkin kita tidak akan pernah menguasai caranya berjalan, atau berbicara! Kita mungkin mendorong orang lain untuk mendapatkan apa yang kita inginkan atau berteriak dan mengamuk seperti balita. Fakta itu saja sudah cukup membuat kita bersyukur atas kekuatan dan manfaat belajar! Dan memang, kebanyakan dari kita senang mempelajari berbagai hal, bahkan bersedia mempelajari mekanisme baru dan strategi modifikasi perilaku untuk membantu manusia menjalani kehidupan di dunia.
Demikian
kita juga perlu mau belajar tentang hal-hal lain. Misalnya, terkadang
kita perlu belajar berpikir "out of the box". Ini sering kali lebih mudah
diucapkan daripada dilakukan karena kita menghabiskan delapan belas
tahun pertama hidup kita untuk belajar menyesuaikan diri dengan
masyarakat. Kita belajar, misalnya, untuk diam dan menghormati orang
lain ketika mereka berbicara. Kita belajar untuk tidak tahu segalanya
atau pamer atau mengadu. Dan sebagai hasil dari ajaran ini, kita sering
membiarkan ide dan pencapaian kita diremehkan oleh orang lain. Edward D. Hess mengatakan bahwa kadang-kadang, hal tersebut dapat "merugikan" kita. Karena
meskipun penting untuk bersikap hormat dan baik hati serta mengetahui
kapan harus diam, penting juga untuk mengetahui kapan harus angkat
bicara. Dengan kata lain, kita harus tahu kapan harus mengikuti arus dan
kapan harus menantang "status quo".
Mengetahui kapan harus melakukan suatu hal itu sangat penting dalam perspektif bisnis misalnya. Karena jika kita
tidak dapat berpikir out of the box, kita mungkin kehilangan banyak
peluang yang membutuhkan pemikiran kreatif. Misalnya, katakanlah
perusahaan kita mencoba menghasilkan produk yang akan menjadi hal besar
berikutnya. kita perlu memikirkan sesuatu yang akan mengalahkan pesaing dan menjadi sensasi nasional. Menemukan ide seperti itu bisa jadi sulit, terutama jika kita
tidak biasa berpikir kritis dan kreatif. Dihadapkan dengan jumlah tekanan
itu, mungkin mudah untuk menyerah dan menghindari mencoba sesuatu yang
baru. Lagi pula, kita mungkin salah paham. kita mungkin menemukan ide
yang tidak disukai siapa pun. Dan kedua hal itu sangat mungkin. Tetapi
jika kita tidak pernah mencoba, satu hal yang pasti: pesaing akan
mengalahkan kita. Karena tentu saja, kita mungkin memiliki satu atau dua
ide yang buruk di sepanjang jalan, tetapi kita juga mungkin memiliki ide
yang bagus pada akhirnya! namun bila tidak pernah mencoba, we'll never know. Dan kita akan selalu dikalahkan oleh orang-orang
yang terus mencoba, yang tidak takut gagal, dan yang terus
mengembangkan ide-ide luar biasa tersebut. Jadi, pada akhirnya, bisnis kita kemungkinan akan menjadi usang.
Tentunya tidak ada yang menginginkan hal seperti itu! Dan itulah mengapa pola pikir kita perlu diperbarui. Jika kita ingin bertahan di dunia bisnis yang selalu berubah, proses berpikir kita akan membutuhkan perombakan total. Dan itu berarti mempelajari cara berpikir dan strategi baru. Mengadopsi pola pikir yang sama sekali baru mungkin sulit, tetapi hal itu itu sangat penting untuk bertahan hidup.
Untuk membantu kita
mengadopsi pola pikir baru tersebut, kita harus
terlebih dahulu mampu mengendalikan emosi. Manusia secara alami takut
akan apa yang tidak mereka pahami. Ini adalah mekanisme pertahanan
evolusioner yang telah membantu kita bertahan dan berkembang. Tetapi
meskipun ini mungkin bermanfaat bagi nenek moyang kita, hari ini, hal tersebut membuat kita ragu untuk mencoba hal-hal baru. Itu
biasanya karena kita takut melompat ke tempat yang tidak diketahui. Khawatir akan salah, akan gagal, atau akan terlihat
konyol. Faktanya, terkadang kita sangat takut sehingga kita tidak pernah
mencoba sesuatu yang baru sama sekali! Dan itulah mengapa Kita harus
mengendalikan emosi jika kita ingin mempelajari hal-hal baru.
Jadi, bagaimana kita melakukannya? Nah, langkah pertama adalah mengakui bahwa kegagalan bisa menjadi peluang. Tidak ada yang suka gagal atau mengakui bahwa kita melakukan sesuatu yang buruk, jadi kita sering membayangkan kegagalan sebagai hasil terburuk yang mungkin terjadi dalam situasi apa pun. Tetapi kenyataannya adalah bahwa kegagalan adalah kesempatan untuk belajar! Karena setiap kali kita melakukan kesalahan, kita memiliki kesempatan untuk belajar bagaimana memperbaikinya. Jadi, jika kita bisa mulai dengan melepaskan rasa takut kita dan menerima kegagalan sebagai kesempatan, kita akan berada di jalur untuk mempelajari hal-hal baru!
referensi :
Learn or Die by Edward D. Hess